This is featured post 2 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
This is featured post 3 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
Jumat, 22 Mei 2015
20.34
Unknown
BAB
I
PENDAHULUAN
LATAR
BELAKANG
Di zaman Nabi SAW belum ada institusi bank, tetapi ajaran Islam
sudah memberikan prinsip prinsip dan filosofi dasar yang harus dijadikan
pedoman dalam aktifitas perdagangan dan perekonomian. Karena itu,
dalam menghadapi masalah muamalah kontemporer yang harus dilakukan hanyalah
mengidentifikasi prinsip-prinsip dan filosofi dasar ajaran Islam dalam bidang
ekonomi, dan kemudian mengidentifkasi semua hal yang dilarang. Setelah
kedua hal ini dilakukan,maka kita dapat melakukan inovasi dan kreativitas
(ijtihad) seluas-luasnya untuk memecahkan segala persoalan muamalah
kontemporer, termasuk persoalan perbankan.
Namun, sebelum proses “ijtihad”
dalam persoalan perbankan ini kita lakukan, kita sebaiknya meneliti terlebih
dahulu apakah persoalan perbankan ini benar-benar merupakan suatu persoalan
yang baru bagi umat Islam atau bukan. Apakah konsep “bank” merupakan konsep
yang asing dalam sejarah perekonomian umat Islam? Pertanyaan ini amat penting
untuk dijawab karena akan menentukan langkah kitaselanjutnya. Bila konsep bank
adalah konsep yang baru bagi umat Islam, maka kita harus memulai langkah
ijtihad kita dari nol. Namun, bila konsep bank bukan konsep yang baru, artinya
umat Islam sudah mengenal bahkan mempraktekkan fungsi-fungsi perbankan dalam
kehidupan perekonomiannya, maka proses ijtihad yang harus kita lakukan
tentunya akan menjadi lebih mudah.
Makalah ini akan memberikan jawaban atas
pertanyaan di atas, dengan menelusuri secara singkat praktek-praktek perbankan
yang dilakukan oleh umat muslim sepanjang sejarah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Bank Islam
Istilah lain yang digunakan unuk sebutan Bank Islam adalah Bank Syariah. Secara
akademik, isrilah Islam dan Syariah memang mempunyai pengertian yang berbeda.
Namun secara teknis penyebutan Bank Islam dan Bank Syariah mempunyai pengertian
yang sama.
Menurut ensiklopedi Islam, Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha
pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan
dengan prinsip-prinsip Syariat Islam.
Berdasarkan rumusan tersebut, Bank Islam berarti Bank yang tata cara
beroperasinya didasarkan pada tata cara bermu’amalat secara Islam, yakni
mengacu pada ketentuan al-Quran dan al-Hadist. Di dalam operasionalnya, Bank
Islam mengikuti dan atau berpedoman kepada praktek-praktek usaha yang dilakukan
pada zaman Rasulullah, dan bentuk-bentuk usaha yang telah ada sebelumnya tetapi
tidak dilarang oleh Rasulullah atau bentuk-bentuk usaha baru sebagai hasil
ijtihad para ulama atau cendikiawan muslim yang tidak menyimpang dari
ketentuan al-Quran dan Hadist.[1]
B.
Sejarah Berdirinya Bank Islam
1.
Di
Zaman Nabi SAW dan Sahabat
Di dalam sejarah perekonomian kaum muslimin, pembiayaan
yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari
tradisi umat Islam sejak zaman Rasulullah SAW. Praktek-praktek seperti menerima
titipan harta, meninjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan
bisnis, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak zaman
Rasulullah. [2]
Rasulullah SAW yang dikenal dengan julukan al-Amin,
dipercaya oleh masyarakat Mekkah menerima simpanan harta, sehingga pada saat
terakhir sebelum Rasul hijrah ke Madinah, beliau meminta Sayidina Ali ra untuk
mengembalikan semua titipan itu kepada yang memilikinya. Dalam
konsep ini, yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta titipan tersebut.
Seorang sahabat Rasulullah, Zubair bin
al-Awwam, memilih tidak menerima
titipan harta. Beliau lebih suka menerimanya dalam bentuk pinjaman. Tindakan
Zubair ini menimbulkan implikasi yang berbeda; pertama, dengan mengambil
uang itu sebagai pinjaman, beliau mempunyai hak untuk memanfaatkannya; kedua,
karena bentuknya pinjaman, maka ia berkewajiban mengambalikannya utuh.
Sahabat lain, Ibnu Abbas tercatat melakukan pengiriman
uang ke Kufah, dan Abdullah bin Zubair di Mekah juga melakukan pengiriman uang
ke adiknya Misab bin Zubair yang tinggal di Irak. Penggunaan
cek juga telah dikenal luas sejalan dengan meningkatnya perdagangan antara negeri Syam
dengan Yaman, yang paling tidak berlangsung dua kali setahun. Bahkan di zaman Umar bin Khattab, beliau menggunakan
cek untuk membayar tunjangan kepada mereka yang berhak. Dengan cek ini
kemudian mereka mengambil gandum di Baitul Mal yang ketika itu diimpor dari
Mesir.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pada
zaman Rasulullah sudah
melaksanakan fungsi perbankan, meskipun belum
melaksanakan seluruh fungsinya. Tapi
mereka sudah melaksanakan fungsi
menerima titipan harta, fungsi pinjam-meminjam uang, fungsi pengiriman uang,
dan pemberikan modal kerja yang biasanya satu orang hanya melakukan satu fungsi
saja.
Beberapa
istilah perbankan modern bahkan berasal dari khazanah ilmu fiqih, seperti istilah kredit
yang diambil dari istilah qard. Credit dalam bahasa Inggris berarti
meminjamkan uang, credo dalam bahasa Romawi
berarti kepercayaan, sedangkan qard dalam fiqih berarti meminjamkan uang
atas dasar kepercayaan. Begitu pula istilah cek (Inggris:check;
Perancis: cheque) yang diambil dari istilah saq (suquq). Suquq
dalam bahasa Arab berarti pasar, sedangkan cek adalah alat bayar yang biasa digunakan di pasar.
2.
Di
Zaman Bani Umayyah dan
Bani Abasiah
Institusi bank tidak dikenal dalam kosa kata fiqih Islam,
karena memang institusi ini tidak dikenal oleh masyarakat Islam di masa
Rasulullah, Khulafaur Rasyidin, Bani Umayyah, maupun Bani Abbasiyah. Namun
fungsi-fungsi perbankan yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan transfer dana telah lazim dilakukan,
tentunya dengan akad yang sesuai syariah. Di zaman
Rasulullah SAW fungsi-fungsi
tersebut dilakukan oleh perorangan, dan biasanya satu orang hanya melakukan
satu fungsi saja. Baru kemudian, di zaman
Bani Abbasiyah, ketiga fungsi perbankan dilakukan oleh satu individu.
Fungsi-fungsi perbankan yang dilakukan oleh satu individu, dalam sejarah Islam
telah dikenal sejak zaman Abbasiyah. [3]
Hal
ini merupakan cikal-bakal praktek penukaran mata uang (money changer).
Istilah jihbiz mulai dikenal sejak zaman Muawiyah (661-680M) yang
sebenarnya dipinjam dari bahasa Persia, kahbad atau kihbud. Pada
masa pemerintahan Sasanid, istilah ini dipergunakan untuk orang yang ditugaskan
mengumpulkan pajak tanah.
Peranan
banker pada zaman Abbasiyah mulai populer pada pemerintahan Muqtadir
(908-932M). Saat itu, hampir setiap wazir mempunyai bankir sendiri. Misalnya,
Ibnu Furat menunjuk Harun ibnu Imran dan Joseph ibnu wahab sebagai bankirnya.
Lalu Ibnu Abi Isa menunjuk Ali ibn Isa, Hamid ibnuWahab menunjuk Ibrahim ibn
Yuhana, bahkan Abdullah al-Baridi mempunyai tiga orang banker sekaligus: dua
Yahudi dan satu Kristen.
Kemajuan
praktek perbankan pada zaman itu ditandai dengan beredarnya saq (cek)
dengan luas sebagai media pembayaran. Bahkan, peranan bankir telah meliputi
tiga aspek, yakni menerima deposit, menyalurkannya, dan mentransfer uang. Dalam
hal yang terakhir ini, uang dapat ditransfer dari satu negeri ke negeri lainnya
tanpa perlu memindahkan fisik uang tersebut. Para money changer yang
telah mendirikan kantor-kantor di banyak negeri telah memulai penggunaan cek
sebagai media transfer uang dan kegiatan pembayaran lainnya. Dalam sejarah
perbankan Islam, adalah Sayf al-Dawlah al-Hamdani yang tercatat sebagai orang
pertama yang menerbitkan cek untuk keperluan kliring antara Baghdad (Irak) dan
Aleppo (Spanyol).
3.
Di
Masa Eropa
Dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan yang dilakukan
oleh perorangan jihbiz kemudian dilakukan oleh
institusi yang saat ini dikenal sebagai institusi bank. Ketika bangsa Eropa
mulai menjalankan praktek perbankan, persoalan mulai timbul karena transaksi
yang dilakukan menggunakan instrumen bunga yang dalam pandangan fiqih adalah riba, dan oleh
karenanya haram. Transaksi berbasis bunga ini semakin merebak ketika Raja Henry
VIII pada tahun 1545, membolehkan bunga (interest) meskipun tetap
mengharamkan riba (usury) dengan syarat bunganya tidak boleh berlipat
ganda (excessive). Ketika Raja Henry VIII wafat, ia digantikan oleh Raja
Edward VI yang membatalkan kebolehan bunga uang. Ini tidak berlangsung lama. Ketika wafat, ia digantikan
oleh Ratu Elizabeth I yang kembali membolehkan bunga uang.
Selanjutnya,
bangsa Eropa mulai bangkit dari keterbelakangannya. Penjelajahan dan penjajahan
mulai dilakukan ke seluruh penjuru dunia, sehingga kegiatan perekonomian dunia
mulai didominasi oleh bangsa-bangsa Eropa. Pada saat yang sama, peradaban
muslim mengalami kemerosotan dan negara-negara muslim satu per satu jatuh ke
dalam cengkeraman penjajahan bangsa-bangsa Eropa. Akibatnya,
institusi-institusi perekonomian umat muslim runtuh dan digantikan oleh
institusi ekonomi bangsa Eropa. Keadaan ini berlangsung terus sampai zaman
modern kini. Karena itu, institusi perbankan yang ada sekarang di mayoritas
negara-negara muslim merupakan warisan dari
bangsa Eropa, yang notabene berbasis bunga.[4]
C.
Sejarah
Lahirnya Bank Islam
Di Zaman Modern
Pemikiran untuk mendirikan bank
yang menggunakan prinsip bagi hasil sudah muncul dalam waktu yang cukup lama.
Hal ini ditandai dengan munculnya pemukiran muslim yang menulis tentang
perlunya dibangun bank Islam
dengan prinsip bagi hasil, antara lain Anwar Qureshi (1946), Naiem Siddiqi
(1948) Dan Mahmud Ahmad (1952). Kemudian pada 1960-an Al-Maududi menulis secara
perinci tentang perlunya dibangun bank Islam
untuk mengimbangi praktik-praktik bank konvensional yang tidak sesuai dengan
prinsip-prinsip Islam.
Pemikiran beliau ini ditindak lanjuti oleh Muhammad Hamidullah dengan menulis
beberapa buku berturut-turut pada 1994, 1995, 1957, dan 1962 yang kesemuanya
itu dikategorikan sebagai penggagas awal tentang perbangkan Islam.
Upaya awal penerapan sistem profit dan less sharing dalam
bentuk bank syariah modern mencatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940,
yaitu adanya upaya pengelolaan dana jamaah haji secara non konvensional.
Rintisan bank syariah lainya adalah berdirinya Mit Ghamr Local Saving Bank pada
1963 di Mesir yang dibangun oleh Dr. Ahmad El-Najar.[5]
Permodalan bank ini dibantu oleh Raja Faisal dari Arab Saudi. Bank ini
beroperasi tanpa bunga dan sejalan dengan prinsip-prinsip ajaran agama islam
ini sangat populer dan pada mulanya tumbuh dengan baik. Oleh karena itu ada
persoalan politik dimesir bank ini ditutup dan diambil alih oleh National Bank
Of Egypt Dan Central Bank Of Egypt yang dioperasikan berdasarkan prinsip
ribawi. Pada 1972 sistem bank tanpa riba diperkenalkan lagi di Mesir dengan
ditandai berdirinya Nasser Social Bank. Berdirinya bank ini lebih bersifat
sosial dari pada
komersial.
Mit Ghamr mengelola bank dengan
sistem bagi hasil, memberi inspirasi bagi umat islam diseluruh dunia untuk
membentuk bank Islam
dengan sistem bagi hasil. Secara kolektif gagasan berdirinya bank syariah
ditingkat internasional muncul dalam konferensi negara Islam sedunia di Kuala Lumpur,
Malaysia pada tanggal 21-27
april 1969 yang diikuti oleh 19 negara peserta. Salah satu keputusan dalam
konferensi ini adalah perlu segera dibentuk sebuah bank syariah yang bersih
dari sistem riba.[6]
Kemudian pada Desember 1970 dalam pertemuan Menteri Luar Negeri, Organisasi
Konferensi Islam (OKI) di Karachi, Pakistan, delegasi Mesir mengajukan sebuah proposal
untuk mendirikan bank syariah. Proposal tentang berdirinya bank islam ini kemudian dikaji dengan seksama oleh
para ahli dari delapan belas negara Islam
yang semuanya menyetujui dibentuk bank Islam.[7]
Selanjutnya pada sidang luar
negeri negara Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Benghazi, Libya pada Maret 1973 usulan tentang perlunya
didirikan bank syariah diagendakan lagi. Sidang kemudian memutuskan agar OKI
mempunyai bidang khusus yang menangani tentang hal-hal yang berhubungan dengan
ekonomi dan keuangan. Bulan Juli
1973 komite ahli yang mewakili negara Islam
penghasil minyak bertemu di Jeddah, Arab Saudi untuk membicarakan berdirinya
bank syariah, sekaligus dibahas tentang anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga. Selanjutnya pada 1974 diadakan pertemuan menteri keuangan negara OKI di
Jeddah dan dalam pertemuan ini disetujui rancangan pendirian bank pembangunan Islam (Islamic Development Bank)
dengan modal awal dua milyar dinar.[8]
Setelah Islamic Development Bank
(IDB) didirikan pada Oktober
1975 yang beranggota 22 negara Islam
sebagai pendiri. Tujuan dibentuk bank ini adalah untuk membantu finansial dalam
membangun negara anggotanya, usaha untuk mendirikan bank Islam menyebar ke banyak negara.
Beberapa negara Islam
seperti Pakistan, Sudan, dan Iran mengubah seluruh sistem keuangan yang ada di
negara tersebut menjadi bebas bunga, sehingga semua lembaga keuangan di negara
tersebut beroperasi berdampingan dengan bank-bank konvensional.
Sekarang perbangkan syariah sudah
mengalami perkembangan yang cukup pesat dan menyebar keseluruh dunia. Di Eropa
tercatat The Islamic Bank Internasional Of Denmark tercatat sebagai bank syariah pertama
yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah, bank ini mulai beroperasi pada
1983 di Denmark. Sekarang bank-bank besar di negara-negara Eropa seperti City
Bank, ANZ Bank, Chase Mahatam Bank, dan Jardine Fleming telah pula membuka
Islamic Window agar dapat memberikan jasa-jasa perbangkan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip syariat Islam.[9]
D.
Perkembangan Bank-Bank
Islam Diberbagai Negara
1. Pakistan
Pakistan merupakan pelopor
di bidang perbankan syariah. Pada awal Juli 1979, sistem bunga dihapuskan dari operasional
tiga institusi: National Investment (Unit Trust), House Building Finance Corporation
(pembiayaan sector perumahan), dan Mutual
Funds of the Investment Corporation of Pakistan (kerjasama investasi). Pada 1979-1980,
pemerintah mensosialisasikan skema pinjaman tanpa bunga kepada petani dan nelayan.
Pada tahun 1981, seiring
dengan diberlakunya Undang-Undang Perusahaan Mudharabah dan Murabahah, mulailah
beroperasi tujuh ribu cabang bank komersional nasional diseluruh Pakistan dengan
menggunakan sistem bagi hasil. Pada awal tahun 1985, seluruh sistem perbankan Pakistan
dikonversi dengan sistem yang baru, yaitu sistem perbankan syariah.
2. Mesir
Bank Syariah pertama
yang didirikan di Mesir adalah Faisal Islamic Bank. Bank ini mulai beroperasi pada
bulan maret 1978 dan berhasil membukukan hasil mengesankan dengan total aset sekitas
2 milyar dolar AS 1986 dan tingkat keuntungan sebesar 106 juta dolar AS. Selain
Faisal Islamic Bank, terdapat bank lain, yaitu Islamic International Bank for Investment
and Development yang beroperasi dengan menggunakan instrumen keuangan islam yang
menyediakan jaringan yang luas. Bank ini beroperasi baik sebagai bank investasi,
bank perdagangan, maupun bank komersial.[10]
3. Siprus
Faisal Islamic Bank of
Kibris (Siprus) mulai beroperasi pada Maret 1983 dan mendirikan Faisal Islamic Investment
Corporation yang memiliki dua cabang di Siprus dan satu cabang di Istambul. Dalam
sepuluh awal bulan beroperasinya, bank tersebut telah melakukan pembiayaan dengan
skema murabahah senilai sekitar TL 450
juta (TL atau Turkey Lira, mata uang Turki).
Bank ini juga melaksanakan
pembiayaan dengan skema musyarakah dan
murabahah, dengan tingkat keuntungan yang bersaing dengan bank non syariah.
Kehadiran bank Islam di Siprus telah menggerakkan masyarakat untuk menabung.
Bank ini beroperasi dengan mendatangi desa-desa, pabrik, dan sekolah dengan
menggunakan kantor kas (mobil) keliling untuk mengumpulkan tabungan masyarakat.
Selain kegiatan-kegiatan di atas, mereka juga mengelola dana-dana lainnya
seperti al-qardhul hasan dan zakat.
4. Kuwait
Kuwait Finance House
didirikan pada tahun 1977 dan sejak awal beroperasi dengan sistem tanpa bunga.
Institusi ini memiliki puluhan cabang di Kuwait dan telah menunjukkan
perkembangan yang cepat. Selama dua tahun
saja, yaitu 1980 hingga 1982, dana masyarakat yang terkumpul meningkat dari
sekitar SK 149 juta menjadi KD 474 juta. Pada akhir tahun 1985, total asset
mencapai KD 803 juta dan tingkat keuntungan bersih mencapai KD 17 juta (satu
Dinar Kuwait ekuivalen dengan 4 hingga 5 dolar US).
5. Bahrain
Bahrain merupakan off-shore
banking heaven terbesar di Timur Tengah. Di negeri yang hanya berpenduduk
tidak lebih dari 660.000 jiwa (per Desember 1999) tumbuh sekitar 220 local dan off-shore
banks. Tidak kurang dari 22 diantaranya beroperasi berdasarkan syariah.
Diantara bank-bank yang beroperasi secara syariah tersebut adalah Citi Islamic
Bank of Bahrain (anak perusahaan Citi Corp.N.A), Faysal Islamic Bank of
Bahrain, dan al-Barakah Bank.
6. Uni Emirat Arab
Dubai Islamic Bank
merupakan salah atu pelopor perkembangan bank syariah. Didirikan pada tahun
1975. Investasinya meliputi bidang perumahan proyek-proyek industry, dan
aktivitas komersial. Selama beberapa tahun, para nasabahnya telah menerima
keuntungan yang lebih besar dibandingkan
dengan bank konvensional.
7. Malaysia
Bank Islam Malaysia
Berhad (BIMB) merupakan bank syariah pertama di Asia Tenggara. Bank ini
didirikan pada tahun 1983, dengan 30 persen modal merupakan milik pemerintah
federal. Hingga akhir 1999, BIMB telah memiliki lebih dari tujuh puluh cabang
yang tersebar hamper di setiap Negara bagian dan kota-kota Malaysia. Sejak
beberapa tahun yang lalu, BIMB telah
tercatat sebagai listed-public company dan mayoritas sahamnya dikuasai
oleh Lembaga Urusan dan Tabung Haji.
Pada tahun 1999, di
samping BIMB telah hadir satu bank syariah baru dengan nama Bank Bumi Putera
Muamalah. Bank ini merupakan anak perusahaan dari Bank Bumi Putera yang baru
saja melakukan merger dengan Bank od Commerce.Dinegeri jirah ini, di samping full
pledge Islamic Banking, pemerintah Malaysia mempernankan juga sistem
Islamic Window yang memberikan layanan syariah pada bank konvensional.[11]
8. Iran
a) Ide pengembangan perbankan Syariah di Iran sesungguhnya bermula
sesaat sejak Revolusi Islam Iran yang dipimpin Ayatullah Khomeini pada tahun
1979, sedangkan perkembangan dalam arti riil baru dimulai sejak Januari tahun
1984.
b) Berdasarkan ketentuan/undang-undang yang disetujui pemerintah pada
bulan Agustus 1983. Sebelum undang-undang tersebut dikeluarkan sebenarnya telah
terjadi transaksi sebesar lebih dari 100 miliar rial yang diadministrasikan
sesuai dengan sistem syariah.
c) Islamisasi sistem perbankan di Iran ditandai dengan nasionalisasi
seluruh industry perbankan yang dikelompokkan menjadi dua kelompok besar : 1)
perbankan komersial, 2) lembaga pembiayaan khusus. Dengan demikian, sejak
dikeluarkannya Undang-undang Perbankan Islam (1983), seluruh sistem perbankan
di Iran otomatis berjalan sesuai syariah di bawah kontrol penuh pemerintah.
9. Turki
Sebagai Negara yang
berideologi sekuler, Turki termasuk negeri yang cukup awal memiliki perbankan
syariah. Pada tahun 1984, pemerintah Turki memberikan izin kepada Daar al-Maal
al-Islami (DMI) untuk mendirikan bank yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi
hasil. Menurut ketentuan Bank Sentral Turki, bank syariah diatur dalam satu
yurisdiksi khusus. Setelah DMI berdiri, pada bulan Desember 1984 didirikan pula
Faisal Finance Intitution dan mulai beroperasi pada bulan April 1985. Disamping
dua lembaga tersebut, Turki memiliki ratusan jika tidak ribuan lembaga waqaf (vaqfi
organiyasyonu) yang memberikan fasilitas pinjaman dan bantuan kepada
masyarakat.[12]
E. Perkembangan Bank Islam Di Indonesia
Kehadiran
bank yang berdasarkan syariah di Indonesia masih relatif baru, yaitu baru awal
tahun 1990-an, maeskipun masyarakat Indonesia merupakan masyarakat Muslimt
terbesar di dunia. Prakarsa untuk mendirikan Bank Syariah di Indonesia
dilakukan oleh Majelis Ulama Insonesia (MUI) pada 18-20 Agustus 1990. Namun,
diskusi tentang Bank Syariah sebagai basis ekonomi Islamsudah mulai dilakukan
pada awal tahun 1980.[13]
Bank Syariah
pertama di Indonesia merupakan hasil kerja tim perbankan MUI, yaitu
dengandibentuknya PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang akte pendiriannya
ditandatangani tanggal 1 November 1991. Bank ini ternyata berkembang cukup
pesat sehingga saat ni BMI sudah memiliki puluhan cabang yang tersebar di
beberapa kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Makasar, dan kota
lainnya.
Dalam
perkembangan selanjutnya kehadiran Bank Syariah di Indonesia khususnya cukup
menggembirakan. Di samping BMI, saat ini juga telah lahir Bank Syariah milik
pemerintah seperti Bank Syariah Mandiri (BSM). Kemudian berikutnya berdiri Bank
Syariah sebagai cabang dari bank konvensional yang sudah ada, seperti Bank BNI,
Bank IFI, dan BPD Jabar. Bank-bank syariah lain yang direncanakan akan membuka
cabang adalah BRI, Bank Niaga, dan Bank Bukopin.
Dengan dibentuknya
bank Islam sebagaimana tersebut diatas, diharapkan dapat meningkatnya partisipasi
masyarakat dalam proses pembangunan industri perbankan, terutama dalam bidang
ekonomi. Hal ini disebabkan karena masih banyak masyarakat yang masih enggan
berhubungan dengan bank, sebab bank dianggap mempraktikan riba dalam transaksi
yang dilakukannya, padahal riba itu haram hukumnya dalam syariat islam.
Diharapkan, dengan lahirnya bank syariah ini, masyarakat islam yang tadinya
enggan berhubungan dengan bank, akan merasa terpanggil untuk berhubungan dengan
bank syariah, ikhtiar ini akan sekaligus mendidik dan membimbing masyarakat
untuk berpikir secara ekonomis, berperilaku bisnis dalam meningkatkan kualtas
hidupnya.[14]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah kita
menelusuri secara singkat sejarah perbankan yang dilakukan oleh umat Muslim,
maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa meskipun kosa kata fiqih Islam tidak
mengenal kata “bank”, tetapi sesungguhnya bukti-bukti sejarah menyatakan bahwa
fungsi-fungsi perbankan modern telah dipraktikkan umat muslim, bahkan sejak
zaman Nabi Muhammad saw. Praktik-praktik fungsi perbankan ini
tentunya berkembang secara berangsur-angsur dan mengalami kemajuan dan
kemunduran dimasa-masa tertentu, seiring dengan naik turunnya peradaban umat
Muslim. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa telah menjadi bagian yang tak terpisahkan
dari kehidupan umat Islam sejak zaman Rasulallah saw maupun
masa Bani Umayah dan Bani Abasiyah.
Kemajuan praktik perbankan tidak lepas
dari beberapa eksperimen seperti kesuksesan Mit Ghamr yang telah menginspirasi
bagi umat Muslim di seluruh dunia, sehingga timbullah kesadaran bahwa
prinsip-prinsip Islam ternyata masih dapat diaplikasikan dalam bisnis modern.
Pada perkembangan selanjutnya di era 1970-an, usaha-usaha
untuk mendirikan bank Islam mulai menyebar kebanyak Negara. Beberapa
Negara seperti Pakistan, Iran, dan Sudan, bahkan mngubah seluruh sistem keuangan di Negara itu menjadi sistem non-bunga,
sehingga semua lembaga keuangan di Negara tersebut beroperasi tanpa menggunakan
bunga.
Berkembangnya bank-bank syariah di
Negara-negara Islam berpengaruh ke Indonesia. Pada awal periode 1980-an,
diskusi mengenai bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan.
Di Indonesia, bank Islam yang pertama didirikan adalah Bank
Muamalat Indonesia (BMI).
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Manan, Hukum
Ekonomi Syriah, 2012, Jakarta : Kharisma
Putra Utama
Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, 2013,
Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dri Teori Ke
Praktik, 2001, Jakarta : Gema
Insani.
Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga
Yang Terkait, 1996, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
http://spartaindo.blogspot.com/2009/02/sejarah-kemunculan-bank-islam.html., Sparta, Sejarah Kemunculan Bank Islam Di Dunia, (15 Februari 2009).
http://banksyariah1.blogspot.com/2012/07/sejarah-perkembangan-bank-syariah-di.html., Ichigo, Sejarah
Perkembangan Bank Syariah Di Dunia, (03
Juli 2012).
http://pencerahanmasadepan.blogspot.com/2013/04/sejarah-bank-syariah-di-dunia-dan.html., Agung
Wahyudi, Sejarah
Bank Syariah Di Dunia Dan Indonesia, (10
April 2013).
[1] Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait,
(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 5-6.
[2] Adiwarman A.Karim, Bank Islam ; Analisis Fiqih dan Keuangan,
(Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2010) hal.18
[4]http://spartaindo.blogspot.com/2009/02/sejarah-kemunculan-bank-islam.html., Sparta, Sejarah Kemunculan Bank Islam Di Dunia, (15 Februari 2009).
[5] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik,
(Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm. 18-19.
[10] http://banksyariah1.blogspot.com/2012/07/sejarah-perkembangan-bank-syariah-di.html., Ichigo, Sejarah Perkembangan Bank Syariah Di
Dunia, (03 Juli 2012).
[11] http://pencerahanmasadepan.blogspot.com/2013/04/sejarah-bank-syariah-di-dunia-dan.html., Agung Wahyudi, Sejarah Bank Syariah Di Dunia Dan
Indonesia, (10 April 2013).
[13] Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2013), hlm. 167.
Langganan:
Postingan (Atom)