Jumat, 22 Mei 2015

BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Di zaman Nabi SAW belum ada institusi bank, tetapi ajaran Islam sudah memberikan prinsip prinsip dan filosofi dasar yang harus dijadikan pedoman dalam aktifitas perdagangan dan perekonomian. Karena itu, dalam menghadapi masalah muamalah kontemporer yang harus dilakukan hanyalah mengidentifikasi prinsip-prinsip dan filosofi dasar ajaran Islam dalam bidang ekonomi, dan kemudian mengidentifkasi semua hal yang dilarang. Setelah kedua hal ini dilakukan,maka kita dapat melakukan inovasi dan kreativitas (ijtihad) seluas-luasnya untuk memecahkan segala persoalan muamalah kontemporer, termasuk persoalan perbankan.
Namun, sebelum  proses ijtihad” dalam persoalan perbankan ini kita lakukan, kita sebaiknya meneliti terlebih dahulu apakah persoalan perbankan ini benar-benar merupakan suatu persoalan yang baru bagi umat Islam atau bukan. Apakah konsep “bank” merupakan konsep yang asing dalam sejarah perekonomian umat Islam? Pertanyaan ini amat penting untuk dijawab karena akan menentukan langkah kitaselanjutnya. Bila konsep bank adalah konsep yang baru bagi umat Islam, maka kita harus memulai langkah ijtihad kita dari nol. Namun, bila konsep bank bukan konsep yang baru, artinya umat Islam sudah mengenal bahkan mempraktekkan fungsi-fungsi perbankan dalam kehidupan perekonomiannya, maka proses ijtihad yang harus kita lakukan tentunya akan menjadi lebih mudah.
Makalah ini akan memberikan jawaban atas pertanyaan di atas, dengan menelusuri secara singkat praktek-praktek perbankan yang dilakukan oleh umat muslim sepanjang sejarah.



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Bank Islam
Istilah lain yang digunakan unuk sebutan Bank Islam adalah Bank Syariah. Secara akademik, isrilah Islam dan Syariah memang mempunyai pengertian yang berbeda. Namun secara teknis penyebutan Bank Islam dan Bank Syariah mempunyai pengertian yang sama.
Menurut ensiklopedi Islam, Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran  serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip Syariat Islam.
Berdasarkan rumusan tersebut, Bank Islam berarti Bank yang tata cara beroperasinya didasarkan pada tata cara bermu’amalat secara Islam, yakni mengacu pada ketentuan al-Quran dan al-Hadist. Di dalam operasionalnya, Bank Islam mengikuti dan atau berpedoman kepada praktek-praktek usaha yang dilakukan pada zaman Rasulullah, dan bentuk-bentuk usaha yang telah ada sebelumnya tetapi tidak dilarang oleh Rasulullah atau bentuk-bentuk usaha baru sebagai hasil ijtihad para ulama atau cendikiawan muslim yang tidak menyimpang dari ketentuan al-Quran dan Hadist.[1]    
B.       Sejarah Berdirinya Bank Islam

1.    Di Zaman Nabi SAW dan Sahabat
Di dalam sejarah perekonomian kaum muslimin, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak zaman Rasulullah SAW. Praktek-praktek seperti menerima titipan harta, meninjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah. [2]
Rasulullah SAW yang dikenal dengan julukan al-Amin, dipercaya oleh masyarakat Mekkah menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir sebelum Rasul hijrah ke Madinah, beliau meminta Sayidina Ali ra untuk mengembalikan semua titipan itu kepada yang memilikinya. Dalam konsep ini, yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta titipan tersebut. Seorang sahabat Rasulullah, Zubair bin al-Awwam, memilih tidak menerima titipan harta. Beliau lebih suka menerimanya dalam bentuk pinjaman. Tindakan Zubair ini menimbulkan implikasi yang berbeda; pertama, dengan mengambil uang itu sebagai pinjaman, beliau mempunyai hak untuk memanfaatkannya; kedua, karena bentuknya pinjaman, maka ia berkewajiban mengambalikannya utuh.
Sahabat lain, Ibnu Abbas tercatat melakukan pengiriman uang ke Kufah, dan Abdullah bin Zubair di Mekah juga melakukan pengiriman uang ke adiknya Misab bin Zubair yang tinggal di Irak. Penggunaan cek juga telah dikenal luas sejalan dengan meningkatnya perdagangan antara negeri Syam dengan Yaman, yang paling tidak berlangsung dua kali setahun. Bahkan di zaman Umar bin Khattab, beliau menggunakan cek untuk membayar tunjangan kepada mereka yang berhak. Dengan cek ini kemudian mereka mengambil gandum di Baitul Mal yang ketika itu diimpor dari Mesir.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pada zaman Rasulullah sudah melaksanakan fungsi perbankan, meskipun belum melaksanakan seluruh fungsinya. Tapi mereka sudah  melaksanakan fungsi menerima titipan harta, fungsi pinjam-meminjam uang, fungsi pengiriman uang, dan pemberikan modal kerja yang biasanya satu orang hanya melakukan satu fungsi saja.
Beberapa istilah perbankan modern bahkan berasal dari khazanah ilmu fiqih, seperti istilah kredit yang diambil dari istilah qard. Credit dalam bahasa Inggris berarti meminjamkan uang, credo dalam bahasa Romawi berarti kepercayaan, sedangkan qard dalam fiqih berarti meminjamkan uang atas dasar kepercayaan. Begitu pula istilah cek (Inggris:check; Perancis: cheque) yang diambil dari istilah saq (suquq). Suquq dalam bahasa Arab berarti pasar, sedangkan cek adalah alat bayar yang biasa digunakan di pasar.

2.    Di Zaman Bani Umayyah dan Bani Abasiah
Institusi bank tidak dikenal dalam kosa kata fiqih Islam, karena memang institusi ini tidak dikenal oleh masyarakat Islam di masa Rasulullah, Khulafaur Rasyidin, Bani Umayyah, maupun Bani Abbasiyah. Namun fungsi-fungsi perbankan yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan transfer dana telah lazim dilakukan, tentunya dengan akad yang sesuai syariah. Di zaman Rasulullah SAW fungsi-fungsi tersebut dilakukan oleh perorangan, dan biasanya satu orang hanya melakukan satu fungsi saja. Baru kemudian, di zaman Bani Abbasiyah, ketiga fungsi perbankan dilakukan oleh satu individu. Fungsi-fungsi perbankan yang dilakukan oleh satu individu, dalam sejarah Islam telah dikenal sejak zaman Abbasiyah. [3]
Hal ini merupakan cikal-bakal praktek penukaran mata uang (money changer). Istilah jihbiz mulai dikenal sejak zaman Muawiyah (661-680M) yang sebenarnya dipinjam dari bahasa Persia, kahbad atau kihbud. Pada masa pemerintahan Sasanid, istilah ini dipergunakan untuk orang yang ditugaskan mengumpulkan pajak tanah.
Peranan banker pada zaman Abbasiyah mulai populer pada pemerintahan Muqtadir (908-932M). Saat itu, hampir setiap wazir mempunyai bankir sendiri. Misalnya, Ibnu Furat menunjuk Harun ibnu Imran dan Joseph ibnu wahab sebagai bankirnya. Lalu Ibnu Abi Isa menunjuk Ali ibn Isa, Hamid ibnuWahab menunjuk Ibrahim ibn Yuhana, bahkan Abdullah al-Baridi mempunyai tiga orang banker sekaligus: dua Yahudi dan satu Kristen.
Kemajuan praktek perbankan pada zaman itu ditandai dengan beredarnya saq (cek) dengan luas sebagai media pembayaran. Bahkan, peranan bankir telah meliputi tiga aspek, yakni menerima deposit, menyalurkannya, dan mentransfer uang. Dalam hal yang terakhir ini, uang dapat ditransfer dari satu negeri ke negeri lainnya tanpa perlu memindahkan fisik uang tersebut. Para money changer yang telah mendirikan kantor-kantor di banyak negeri telah memulai penggunaan cek sebagai media transfer uang dan kegiatan pembayaran lainnya. Dalam sejarah perbankan Islam, adalah Sayf al-Dawlah al-Hamdani yang tercatat sebagai orang pertama yang menerbitkan cek untuk keperluan kliring antara Baghdad (Irak) dan Aleppo (Spanyol).

3.    Di Masa Eropa
Dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan yang dilakukan oleh perorangan  jihbiz kemudian dilakukan oleh institusi yang saat ini dikenal sebagai institusi bank. Ketika bangsa Eropa mulai menjalankan praktek perbankan, persoalan mulai timbul karena transaksi yang dilakukan menggunakan instrumen bunga yang dalam pandangan fiqih adalah riba, dan oleh karenanya haram. Transaksi berbasis bunga ini semakin merebak ketika Raja Henry VIII pada tahun 1545, membolehkan bunga (interest) meskipun tetap mengharamkan riba (usury) dengan syarat bunganya tidak boleh berlipat ganda (excessive). Ketika Raja Henry VIII wafat, ia digantikan oleh Raja Edward VI yang membatalkan kebolehan bunga uang. Ini tidak berlangsung lama. Ketika wafat, ia digantikan oleh Ratu Elizabeth I yang kembali membolehkan bunga uang.
Selanjutnya, bangsa Eropa mulai bangkit dari keterbelakangannya. Penjelajahan dan penjajahan mulai dilakukan ke seluruh penjuru dunia, sehingga kegiatan perekonomian dunia mulai didominasi oleh bangsa-bangsa Eropa. Pada saat yang sama, peradaban muslim mengalami kemerosotan dan negara-negara muslim satu per satu jatuh ke dalam cengkeraman penjajahan bangsa-bangsa Eropa. Akibatnya, institusi-institusi perekonomian umat muslim runtuh dan digantikan oleh institusi ekonomi bangsa Eropa. Keadaan ini berlangsung terus sampai zaman modern kini. Karena itu, institusi perbankan yang ada sekarang di mayoritas negara-negara muslim merupakan warisan dari bangsa Eropa, yang notabene berbasis bunga.[4]

C.      Sejarah Lahirnya Bank Islam Di Zaman Modern
Pemikiran untuk mendirikan bank yang menggunakan prinsip bagi hasil sudah muncul dalam waktu yang cukup lama. Hal ini ditandai dengan munculnya pemukiran muslim yang menulis tentang perlunya dibangun bank Islam dengan prinsip bagi hasil, antara lain Anwar Qureshi (1946), Naiem Siddiqi (1948) Dan Mahmud Ahmad (1952). Kemudian pada 1960-an Al-Maududi menulis secara perinci tentang perlunya dibangun bank Islam untuk mengimbangi praktik-praktik bank konvensional yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Pemikiran beliau ini ditindak lanjuti oleh Muhammad Hamidullah dengan menulis beberapa buku berturut-turut pada 1994, 1995, 1957, dan 1962 yang kesemuanya itu dikategorikan sebagai penggagas awal tentang perbangkan Islam.
Upaya awal penerapan sistem profit dan less sharing dalam bentuk bank syariah modern mencatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940, yaitu adanya upaya pengelolaan dana jamaah haji secara non konvensional. Rintisan bank syariah lainya adalah berdirinya Mit Ghamr Local Saving Bank pada 1963 di Mesir yang dibangun oleh Dr. Ahmad El-Najar.[5] Permodalan bank ini dibantu oleh Raja Faisal dari Arab Saudi. Bank ini beroperasi tanpa bunga dan sejalan dengan prinsip-prinsip ajaran agama islam ini sangat populer dan pada mulanya tumbuh dengan baik. Oleh karena itu ada persoalan politik dimesir bank ini ditutup dan diambil alih oleh National Bank Of Egypt Dan Central Bank Of Egypt yang dioperasikan berdasarkan prinsip ribawi. Pada 1972 sistem bank tanpa riba diperkenalkan lagi di Mesir dengan ditandai berdirinya Nasser Social Bank. Berdirinya bank ini lebih bersifat sosial dari pada komersial.
Mit Ghamr mengelola bank dengan sistem bagi hasil, memberi inspirasi bagi umat islam diseluruh dunia untuk membentuk bank Islam dengan sistem bagi hasil. Secara kolektif gagasan berdirinya bank syariah ditingkat internasional muncul dalam konferensi negara Islam sedunia di Kuala Lumpur, Malaysia pada tanggal 21-27 april 1969 yang diikuti oleh 19 negara peserta. Salah satu keputusan dalam konferensi ini adalah perlu segera dibentuk sebuah bank syariah yang bersih dari sistem riba.[6]
Kemudian pada Desember 1970 dalam pertemuan Menteri Luar Negeri, Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Karachi, Pakistan, delegasi Mesir mengajukan sebuah proposal untuk mendirikan bank syariah. Proposal tentang berdirinya bank islam ini kemudian dikaji dengan seksama oleh para ahli dari delapan belas negara Islam yang semuanya menyetujui dibentuk bank Islam.[7]
Selanjutnya pada sidang luar negeri negara Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Benghazi, Libya pada Maret 1973 usulan tentang perlunya didirikan bank syariah diagendakan lagi. Sidang kemudian memutuskan agar OKI mempunyai bidang khusus yang menangani tentang hal-hal yang berhubungan dengan ekonomi dan keuangan. Bulan Juli 1973 komite ahli yang mewakili negara Islam penghasil minyak bertemu di Jeddah, Arab Saudi untuk membicarakan berdirinya bank syariah, sekaligus dibahas tentang anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Selanjutnya pada 1974 diadakan pertemuan menteri keuangan negara OKI di Jeddah dan dalam pertemuan ini disetujui rancangan pendirian bank pembangunan Islam (Islamic Development Bank) dengan modal awal dua milyar dinar.[8]
Setelah Islamic Development Bank (IDB) didirikan pada Oktober 1975 yang beranggota 22 negara Islam sebagai pendiri. Tujuan dibentuk bank ini adalah untuk membantu finansial dalam membangun negara anggotanya, usaha untuk mendirikan bank Islam menyebar ke banyak negara. Beberapa negara Islam seperti Pakistan, Sudan, dan Iran mengubah seluruh sistem keuangan yang ada di negara tersebut menjadi bebas bunga, sehingga semua lembaga keuangan di negara tersebut beroperasi berdampingan dengan bank-bank konvensional.
Sekarang perbangkan syariah sudah mengalami perkembangan yang cukup pesat dan menyebar keseluruh dunia. Di Eropa tercatat The Islamic Bank Internasional Of  Denmark tercatat sebagai bank syariah pertama yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah, bank ini mulai beroperasi pada 1983 di Denmark. Sekarang bank-bank besar di negara-negara Eropa seperti City Bank, ANZ Bank, Chase Mahatam Bank, dan Jardine Fleming telah pula membuka Islamic Window agar dapat memberikan jasa-jasa perbangkan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam.[9]


D.      Perkembangan Bank-Bank Islam Diberbagai Negara
1.    Pakistan
Pakistan merupakan pelopor di bidang perbankan syariah. Pada awal Juli 1979, sistem bunga dihapuskan dari operasional tiga institusi: National Investment (Unit Trust), House Building Finance Corporation (pembiayaan sector  perumahan), dan Mutual Funds of the Investment Corporation of Pakistan (kerjasama investasi). Pada 1979-1980, pemerintah mensosialisasikan skema pinjaman tanpa bunga kepada petani dan nelayan.
Pada tahun 1981, seiring dengan diberlakunya Undang-Undang Perusahaan Mudharabah dan Murabahah, mulailah beroperasi tujuh ribu cabang bank komersional nasional diseluruh Pakistan dengan menggunakan sistem bagi hasil. Pada awal tahun 1985, seluruh sistem perbankan Pakistan dikonversi dengan sistem yang baru, yaitu sistem perbankan syariah.
2.    Mesir
Bank Syariah pertama yang didirikan di Mesir adalah Faisal Islamic Bank. Bank ini mulai beroperasi pada bulan maret 1978 dan berhasil membukukan hasil mengesankan dengan total aset sekitas 2 milyar dolar AS 1986 dan tingkat keuntungan sebesar 106 juta dolar AS. Selain Faisal Islamic Bank, terdapat bank lain, yaitu Islamic International Bank for Investment and Development yang beroperasi dengan menggunakan instrumen keuangan islam yang menyediakan jaringan yang luas. Bank ini beroperasi baik sebagai bank investasi, bank perdagangan, maupun bank komersial.[10]
3.    Siprus
Faisal Islamic Bank of Kibris (Siprus) mulai beroperasi pada Maret 1983 dan mendirikan Faisal Islamic Investment Corporation yang memiliki dua cabang di Siprus dan satu cabang di Istambul. Dalam sepuluh awal bulan beroperasinya, bank tersebut telah melakukan pembiayaan dengan skema murabahah senilai sekitar TL 450 juta (TL atau Turkey Lira, mata uang Turki).
Bank ini juga melaksanakan pembiayaan dengan skema musyarakah dan murabahah, dengan tingkat keuntungan yang bersaing dengan bank non syariah. Kehadiran bank Islam di Siprus telah menggerakkan masyarakat untuk menabung. Bank ini beroperasi dengan mendatangi desa-desa, pabrik, dan sekolah dengan menggunakan kantor kas (mobil) keliling untuk mengumpulkan tabungan masyarakat. Selain kegiatan-kegiatan di atas, mereka juga mengelola dana-dana lainnya seperti al-qardhul hasan dan zakat.
4.    Kuwait
Kuwait Finance House didirikan pada tahun 1977 dan sejak awal beroperasi dengan sistem tanpa bunga. Institusi ini memiliki puluhan cabang di Kuwait dan telah menunjukkan perkembangan yang cepat. Selama dua tahun saja, yaitu 1980 hingga 1982, dana masyarakat yang terkumpul meningkat dari sekitar SK 149 juta menjadi KD 474 juta. Pada akhir tahun 1985, total asset mencapai KD 803 juta dan tingkat keuntungan bersih mencapai KD 17 juta (satu Dinar Kuwait ekuivalen dengan 4 hingga 5 dolar US).
5.    Bahrain
Bahrain merupakan off-shore banking heaven terbesar di Timur Tengah. Di negeri yang hanya berpenduduk tidak lebih dari 660.000 jiwa (per Desember 1999) tumbuh sekitar 220 local dan off-shore banks. Tidak kurang dari 22 diantaranya beroperasi berdasarkan syariah. Diantara bank-bank yang beroperasi secara syariah tersebut adalah Citi Islamic Bank of Bahrain (anak perusahaan Citi Corp.N.A), Faysal Islamic Bank of Bahrain, dan al-Barakah Bank.
6.    Uni Emirat Arab
Dubai Islamic Bank merupakan salah atu pelopor perkembangan bank syariah. Didirikan pada tahun 1975. Investasinya meliputi bidang perumahan proyek-proyek industry, dan aktivitas komersial. Selama beberapa tahun, para nasabahnya telah menerima keuntungan yang lebih  besar dibandingkan dengan bank konvensional.
7.    Malaysia
Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) merupakan bank syariah pertama di Asia Tenggara. Bank ini didirikan pada tahun 1983, dengan 30 persen modal merupakan milik pemerintah federal. Hingga akhir 1999, BIMB telah memiliki lebih dari tujuh puluh cabang yang tersebar hamper di setiap Negara bagian dan kota-kota Malaysia. Sejak beberapa tahun  yang lalu, BIMB telah tercatat sebagai listed-public company dan mayoritas sahamnya dikuasai oleh Lembaga Urusan dan Tabung Haji.
Pada tahun 1999, di samping BIMB telah hadir satu bank syariah baru dengan nama Bank Bumi Putera Muamalah. Bank ini merupakan anak perusahaan dari Bank Bumi Putera yang baru saja melakukan merger dengan Bank od Commerce.Dinegeri jirah ini, di samping full pledge Islamic Banking, pemerintah Malaysia mempernankan juga sistem Islamic Window yang memberikan layanan syariah pada bank konvensional.[11]
8.    Iran
a)    Ide pengembangan perbankan Syariah di Iran sesungguhnya bermula sesaat sejak Revolusi Islam Iran yang dipimpin Ayatullah Khomeini pada tahun 1979, sedangkan perkembangan dalam arti riil baru dimulai sejak Januari tahun 1984.
b)   Berdasarkan ketentuan/undang-undang yang disetujui pemerintah pada bulan Agustus 1983. Sebelum undang-undang tersebut dikeluarkan sebenarnya telah terjadi transaksi sebesar lebih dari 100 miliar rial yang diadministrasikan sesuai dengan sistem syariah.
c)    Islamisasi sistem perbankan di Iran ditandai dengan nasionalisasi seluruh industry perbankan yang dikelompokkan menjadi dua kelompok besar : 1) perbankan komersial, 2) lembaga pembiayaan khusus. Dengan demikian, sejak dikeluarkannya Undang-undang Perbankan Islam (1983), seluruh sistem perbankan di Iran otomatis berjalan sesuai syariah di bawah  kontrol penuh pemerintah.
9.    Turki
Sebagai Negara yang berideologi sekuler, Turki termasuk negeri yang cukup awal memiliki perbankan syariah. Pada tahun 1984, pemerintah Turki memberikan izin kepada Daar al-Maal al-Islami (DMI) untuk mendirikan bank yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil. Menurut ketentuan Bank Sentral Turki, bank syariah diatur dalam satu yurisdiksi khusus. Setelah DMI berdiri, pada bulan Desember 1984 didirikan pula Faisal Finance Intitution dan mulai beroperasi pada bulan April 1985. Disamping dua lembaga tersebut, Turki memiliki ratusan jika tidak ribuan lembaga waqaf (vaqfi organiyasyonu) yang memberikan fasilitas pinjaman dan bantuan kepada masyarakat.[12]

E.       Perkembangan Bank Islam Di Indonesia
Kehadiran bank yang berdasarkan syariah di Indonesia masih relatif baru, yaitu baru awal tahun 1990-an, maeskipun masyarakat Indonesia merupakan masyarakat Muslimt terbesar di dunia. Prakarsa untuk mendirikan Bank Syariah di Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama Insonesia (MUI) pada 18-20 Agustus 1990. Namun, diskusi tentang Bank Syariah sebagai basis ekonomi Islamsudah mulai dilakukan pada awal tahun 1980.[13]
Bank Syariah pertama di Indonesia merupakan hasil kerja tim perbankan MUI, yaitu dengandibentuknya PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang akte pendiriannya ditandatangani tanggal 1 November 1991. Bank ini ternyata berkembang cukup pesat sehingga saat ni BMI sudah memiliki puluhan cabang yang tersebar di beberapa kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Makasar, dan kota lainnya.
Dalam perkembangan selanjutnya kehadiran Bank Syariah di Indonesia khususnya cukup menggembirakan. Di samping BMI, saat ini juga telah lahir Bank Syariah milik pemerintah seperti Bank Syariah Mandiri (BSM). Kemudian berikutnya berdiri Bank Syariah sebagai cabang dari bank konvensional yang sudah ada, seperti Bank BNI, Bank IFI, dan BPD Jabar. Bank-bank syariah lain yang direncanakan akan membuka cabang adalah BRI, Bank Niaga, dan Bank Bukopin.
Dengan dibentuknya bank Islam sebagaimana tersebut diatas,  diharapkan dapat meningkatnya partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan industri perbankan, terutama dalam bidang ekonomi. Hal ini disebabkan karena masih banyak masyarakat yang masih enggan berhubungan dengan bank, sebab bank dianggap mempraktikan riba dalam transaksi yang dilakukannya, padahal riba itu haram hukumnya dalam syariat islam. Diharapkan, dengan lahirnya bank syariah ini, masyarakat islam yang tadinya enggan berhubungan dengan bank, akan merasa terpanggil untuk berhubungan dengan bank syariah, ikhtiar ini akan sekaligus mendidik dan membimbing masyarakat untuk berpikir secara ekonomis, berperilaku bisnis dalam meningkatkan kualtas hidupnya.[14]



  
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Setelah kita menelusuri secara singkat sejarah perbankan yang dilakukan oleh umat Muslim, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa meskipun kosa kata fiqih Islam tidak mengenal kata “bank”, tetapi sesungguhnya bukti-bukti sejarah menyatakan bahwa fungsi-fungsi perbankan modern telah dipraktikkan umat muslim, bahkan sejak zaman Nabi Muhammad saw. Praktik-praktik fungsi perbankan ini tentunya berkembang secara berangsur-angsur dan mengalami kemajuan dan kemunduran dimasa-masa tertentu, seiring dengan naik turunnya peradaban umat Muslim. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan umat Islam sejak zaman Rasulallah saw maupun masa Bani Umayah dan Bani Abasiyah.
Kemajuan praktik perbankan tidak lepas dari beberapa eksperimen seperti kesuksesan Mit Ghamr yang telah menginspirasi bagi umat Muslim di seluruh dunia, sehingga timbullah kesadaran bahwa prinsip-prinsip Islam ternyata masih dapat diaplikasikan dalam bisnis modern. Pada perkembangan selanjutnya di era 1970-an, usaha-usaha untuk mendirikan bank Islam mulai menyebar kebanyak Negara. Beberapa Negara seperti Pakistan, Iran, dan Sudan, bahkan mngubah seluruh sistem keuangan di Negara itu menjadi sistem non-bunga, sehingga semua lembaga keuangan di Negara tersebut beroperasi tanpa menggunakan bunga.
Berkembangnya bank-bank syariah di Negara-negara Islam berpengaruh ke Indonesia. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan. Di Indonesia, bank Islam yang pertama didirikan adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI).



DAFTAR PUSTAKA

Abdul Manan,  Hukum Ekonomi Syriah, 2012,  Jakarta : Kharisma Putra Utama
Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, 2013, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dri Teori Ke Praktik, 2001,  Jakarta : Gema Insani.
Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga Yang Terkait, 1996, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
http://spartaindo.blogspot.com/2009/02/sejarah-kemunculan-bank-islam.html., Sparta, Sejarah Kemunculan Bank Islam Di Dunia, (15 Februari 2009).
http://banksyariah1.blogspot.com/2012/07/sejarah-perkembangan-bank-syariah-di.html., Ichigo, Sejarah Perkembangan Bank Syariah Di Dunia, (03 Juli 2012).
http://pencerahanmasadepan.blogspot.com/2013/04/sejarah-bank-syariah-di-dunia-dan.html., Agung Wahyudi, Sejarah Bank Syariah Di Dunia Dan Indonesia, (10 April 2013).







[1] Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 5-6.
[2] Adiwarman A.Karim, Bank Islam ; Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2010) hal.18
[3] Ibid., hlm. 20-23.
[4]http://spartaindo.blogspot.com/2009/02/sejarah-kemunculan-bank-islam.html., Sparta, Sejarah Kemunculan Bank Islam Di Dunia, (15 Februari 2009).
[5] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm. 18-19.
[6] Ibid, Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait, hlm. 8.
[7] Ibid., hlm. 52.
[8] Ibid, Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, hlm. 20-21.
[9] Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah, ( Jakarta : Kharisma Putra Utama, 2012),  hlm. 204.
[10] http://banksyariah1.blogspot.com/2012/07/sejarah-perkembangan-bank-syariah-di.html., Ichigo, Sejarah Perkembangan Bank Syariah Di Dunia, (03 Juli 2012).
[11] http://pencerahanmasadepan.blogspot.com/2013/04/sejarah-bank-syariah-di-dunia-dan.html., Agung Wahyudi, Sejarah Bank Syariah Di Dunia Dan Indonesia, (10 April 2013).
[12] Ibid, Muhammad  Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, hlm. 22-24
[13]  Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 167.
[14] Ibid, Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah,  hlm. 206.